KEHADIRAN  ISLAM MENDAMAIKAN BUMI NUSANTARA
  
PERTEMUAN KE 2


(Materi disampaikan di kelas 9 A-H SMP Al-Azhar 3 Bandarlampung pada hari senin hingga jum'at tanggal 28 Oktober-01 November 2019)


BUKTI-BUKTI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Menurut  penelitian beberapa sejarawan diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia sejak bangsa Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang dari Asia Barat. Pada abad ke -7, pedagang - pedagang Islam dari Asia Barat ( Arab dan Persia ) telah sampai ke Indonesia. Pada saat itu, kerajaan yang terkenal di Indonesia adalah Sriwijaya, yang menurut pedagang Islam disebut dengan Zabag atau Sribusa. Di samping itu, para pedagang dari Gujarat ( India ) telah menjalin hubungan degang denga  Malaka dan beberapa Kepulauan Indonesia. Berdasarkan kenyataan itu, dapat diperkirakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia lebih awal daripada yang diduga banyak orang. Setidak – tidaknya, orang – orang Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan. Beberapa bukti yang dapat dipergunakan untuk memastikan masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Surat Raja Sriwijaya
Salah satu bukti tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Prof.Dr.Azyumardi Asra dalam bukunya Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu, Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Abdul Azis sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.

2. Makam Fatimah binti Maimun
Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah makan Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan dari makam tersebut tertulis nama seorang wanita, yaitu Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-11 Islam telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dapat diduga bahwa Islam telah masuk dan berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082. 

3. Makam Sultan Malik As Saleh
Makam Sultam Malik As Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad ke-12. Mengingat Malik As Saleh adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik As Saleh mendirikan Kesultanan Samudra Pasai.

4. Cerita Marco Polo
Pada tahun 1092, Marco Polo, seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venesia ke NegerI Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad ke-11, Islam telah berkembang di Sumatra bagian Utara. Ia juga menceritakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di Jawa.

5. Cerita Ibnu Battutah

Pada tahun 1345, Ibnu Battutah mengunjungi Samudra Pasai. Ia menceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia menceritakan bahwa Samudra Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana Ibnu Battutah bertemu dengan para pedagang dari India, Cina, dan Jawa.

KEHADIRAN  ISLAM MENDAMAIKAN BUMI NUSANTARA


PERTEMUAN KE 1



(Materi disampaikan di kelas 9 A-H SMP Al-Azhar 3 Bandarlampung pada hari senin hingga jum'at tanggal 21-25 Oktober 2019)


Sebelum menjadi agama yang paling banyak dianut oleh orang Indonesia, Islam adalah salah satu agama yang diperkirakan datang karena adanya pedagang yang singgah di Nusantara Squad. Lalu, bagaimana ya awal mula Islam masuk ke Nusantara? Supaya lebih jelas, yuk simak penjelasan tentang 4 teori masuknya Islam ke Nusantara.

Para ahli sejarah memberikan 4 teori bagaimana proses masuknya Islam ke Nusantara. Masing-masing teori dijelaskan berdasarkan rentan waktu yang berbeda. Mulai dari abad ke 7, hingga ada pula yang menyebutkan abad ke 13. Nah apa saja ya teori-teori yang dimaksud?

1. Teori Gujarat

Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan Islam dibawa oleh para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan Islam ke Nusantara sekitar abad ke 13, melalui kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel.

2. Teori Persia

Umar Amir Husen dan Hoesein Djadjadiningrat berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat. Persia adalah sebuah kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran.

Teori ini tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara di abad ke 13, ajaran yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Selain itu, adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat.

Contohnya adalah peringatan 10 Muharam Islam-Persia yang serupa dengan upacara peringatan bernama Tabuik/Tabut di beberapa wilayah Sumatera (Khususnya Sumatera Barat dan Jambi).

3. Teori China

Lain halnya dengan Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mereka berpendapat bahwa sebenarnya kebudayaan Islam masuk ke Nusantara melalui perantara masyarakat muslim China.

Teori ini berpendapat, bahwa migrasi masyarakat muslim China dari Kanton ke Nusantara, khususnya Palembang pada abad ke 9 menjadi awal mula masuknya budaya Islam ke Nusantara. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.

4. Teori Mekkah

Dalam teori ini dijelaskan bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia pada abad ke 7. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah.

Selain itu, di Samudera Pasai mahzab yang terkenal adalah mahzab Syafi’i. Mahzab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya gelar Al-Malik pada raja-raja Samudera Pasai seperti budaya Islam di Mesir. Teori inilah yang paling benyak mendapat dukungan para tokoh seperti, Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka.

Islam juga sempat menjadi kekuatan yang cukup disegani di Nusantara, hal ini ditandai dengan munculnya banyak kerajaan Islam yang cukup terkenal dan berkuasa. Apa saja kerajaan-kerajaan Islam yang berkuasa?

Sekarang kamu sudah paham kan bagaimana Islam bisa hadir di bumi Nusantara kita? Selain mempelajari 4 teori masuknya Islam ke Nusantara, kalian juga bisa belajar melalui video animasi


AQIQAH DAN QURBAN MENUMBUHKAN KEPERDULIAN UMAT


PERTEMUAN KE 3


(Materi disampaikan di kelas 9 A-H SMP Al-Azhar 3 Bandarlampung pada hari senin hingga jum'at tanggal 14 - 18 Oktober 2019)


Perbedaan Qurban dan Aqiqah

Perbedaan antara Qurban dan Aqiqah masih menjadi persoalan yang membingungkan di masyarakat. Pantas saja karena secara zhohir, Qurban dan Aqiqah memiliki kesamaan yaitu menyembelih hewan (dalam hal ini baik ber-Qurban maupun Aqiqah boleh menggunakan hewan jantan maupun betina, namun untuk Aqiqah hanya menggunakan kambing dan sejenisnya saja) serta sama-sama berhukum sunnah muakkad. Padahal, Qurban dan Aqiqah sangatlah berbeda.

Perbedaan ini setidaknya ditinjau dari sembilan perkara. Definisi pengertiannya, tujuan distariatkannya, jenis hewan yang digunakan, jumlah hewan yang disembelih, waktu penyembelihan, jumlah pelaksanaan yang disyariatkan, pemberian daging, wujud daging yang diberikan dan upah bagi penyembelih.

Disini kita akan mengupas perbedaan Qurban dan Aqiqah satu persatu.

Pengertian Qurban dan Aqiqah

Asal kata Qurban yaitu qariba - yaqrabu - qurbanan wa wirbanan (dikutip dari kamus Ibn Manzhur dan Munawir). Arti dari kata tersebut adalah dekat, maksudnya mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintah-Nya. Selain itu, kata Qurban juga berkaitan dengan kata udhiyyah bentuk jamak dari kata dhahiyyah yang berasal dari kata dhaha (waktu dhuha). Maknanya yaitu, sembeluhan di waktu dhuha lada tanggal 10 sampai 13 bulan Dzulhijjah.

Sedangkan menurut istilah, Qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyriq setelahnya 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Sedangkan Aqiqah, menurut bahasa artinya memotong. Asal matanya aqqa- yauqqu- aqqan. Menurut para ulama, istilah memotong memiliki makna beragam. Yakni memotong atau menyembelih hewan dan memotong rambut bayi yang lahir. Menurut Abu Ubaid, Aqiqah berarti rambut atau bulu yang ada di kepala bayi.

Menurut istilah, Aqiqah bermakna pemotongan/penyembelihan hewan dalam rangka tasyakuran kepada Allah SWT karena kelahiran anak (laki-laki maupun perempuan) disertai dengan pemotongan rambut bayi tersebut.

Perbedaan Qurban dan Aqiqah dari Sisi Tujuan Syariat

Dari sisi tujuan syariatnya, Qurban dalam rangka memperingati pengorbanan Nabi Ibarahim as dan Nabi Ismail as. Seperti yang tercatat dalam Al-Quran, bahwa Allah SWT menguji Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putra kesayangannya Nabi Ismail as. Akhirnya, mereka menunjukkan kesabaran, keteguhan dan ketaatan yang sangat mulia.

Hingga tiba saat Nabi Ismail hendak disembelih, Allah menggantinya dengan kehadiran domba putih besar yang langsung turun dari surga. Allah SWT berfirman,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. As-Shafaat: 102).

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artunya: “Maka salatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan Qurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).

Berbeda dengan Qurban, Aqiqah dilaksanakan dalam rangka bersyukur atas lahirnya sang anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ وَقَالَ حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا أَيُّوبُ وَقَتَادَةُ وَهِشَامٌ وَحَبِيبٌ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ عَاصِمٍ وَهِشَامٍ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ الرَّبَابِ عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَاهُ يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ سَلْمَانَ قَوْلَهُ وَقَالَ أَصْبَغُ أَخْبَرَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ حَدَّثَنَا سَلْمَانُ بْنُ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَعَ الْغُلَامِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الْأَذَى

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’man berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad dari Sulaiman bin Amir, ia berkata, “Pada anak lelaki ada kewajiban Aqiqah.” Dan Hajjaj berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad berkata, telah mengabarkan kepada kami Ayyub dan Qatadah dan Hisyam dan Habib dari Ibnu Sirin dari Salman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan berkata tidak satu orang dari Ashim dan Hisyam dari Hafshah binti Sirin dari Ar Rabab dari Salman bin Amir Adl Dlabiyyi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Yazid bin Ibrahim juga menceritakan dari Ibnu Sirin dari Salman perkataannya, dan Ashbagh berkata, telah mengabarkan kepadaku Ibnu Wahb dari Jarir bin Hazim dari Ayyub As Sakhtiyani dari Muhammad bin Sirin berkata, telah menceritakan kepada kami Salman bin Amir Adl Dlabbi ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pada anak lelaki ada kewajiban ‘Aqiqah, maka potongkanlah hewan sebagai Aqiqah dan buanglah keburukan darinya.” (HR. Bukhori. No 5049)

Perbedaan dari Jenis Hewan yang Digunakan

Menurut Imam Madzhab hewan ternak yang boleh digunakan untuk berQurban adalah unta, sapi dan kambing. Namun dalam hal keutamaannya terdapat perbedaan. Imam Malik berpendapat bahwa yamg paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi atau kerbau, lalu unta. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, kemudian sapi, lalu kambing.

Untuk kriteria, seluruh hewan ternak yang akan disembelih harus sehat (tidak cacat), dan cukup usianya biasanya dilihat dari sudah berganti giginya. Jika menggunakan domba, minimal berusia satu tahun dan sudah ganti gigi. Jika menggunakan kambing, minimal sudah satu sampai dua tahun. Sapi dan kerbau mencapai dua tahun lebih. Dan unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.

Sedangkan untuk Aqiqah, penggunaan kambing sama dengan ber-Qurban. Sehat, tidak cacat dan sudah berganti gigi. Parameter usianya adalah sudah cukup dewasa dengan berganti gigi. Untuk jenis kambing yang akan disembelih boleh dengan kambing apapun, seperti kambing kampung, domba, atau kibas. Penggunaan kambing sebagai hewan Aqiqah, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW,

“(Aqiqah) untuk anak laki-laki adalah dua kambing dan untuk perempuan satu kambing. Baik berjenis kelamin jantan atau betina, tidak masalah” (sesuai dalam kitab al-Majmu’ Saryh muhazzab).

Perbedaan dari Jumlah Hewan yang Disembelih

Hadis sebelumnya, menyatakan tentang penggunaan kambing sebagai hewan sembelihan Aqiqah. Selain itu juga menjelaskan mengenai jumlah hewan yang digunakan. Untuk kelahiran bayi laki-laki, maka diperintahkan untuk menyembelih dua ekor kambing. Sedangkan untuk kelahiran bayi perempuan diperintahkan untuk menyembelih seekor kambing saja.

Perbedaan Waktu Penyembelihan

Perbadaan Qurban dan Aqiqah selanjutnya dilihat dari waktu penyembelihan. Jika Qurban, harus dilakukan pada tanggal 10, 11,12 dan 13 Dzulhijjah (pada Idul Adha dan hari Tasyrik saja). Seperti yang tertera dalam hadis Nabi Muhanmad SAW. Dari Aisyah ra menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah anak adam melakukan suatu amalan pada hati Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (Qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.”(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim sanadnya sahih).

Sedangkan pelaksanaan Aqiqah afdhalnya pada hari ketujuh dari kelahiran sang anak. Seperti dalam hadis Nabi Muhammad SAW,

“Rasulullah SAW pernah berAqiqah untuk Hasan dan Husain pada hari ketujuh dari kelahirannya, beliau memberi nama dan memerintahkan supaya dihilangkan kotoran dari kepalanya (dicukur)”. (HR.Hakim)
Dalam hal pelaksanaan Aqiqah, jika orang tua tidak memiliki kecukupan ekonomi maka boleh dilakukan selain hari tersebut, bahkan bisa dikerjakan sampai anak tumbuh dewasa dan baligh. Saat sudah baligh dan ternyata orang tua belum bisa mengAqiqahkan Sang anak, maka kesunnahan mengAqiqahkannya sudah hilang. Kelak jika kondisi ekonomi anak cukup untuk Aqiqah, bisa dilakukan sendiri.

Perbedaan dari Jumlah Pelaksanaan

Perbedaan Qurban dan Aqiqah dilihat dari jumlah pelaksanaannya sebagai berikut. Untuk Aqiqah seumur hidup hanya diperintahkan sekali saja, maka tak perlu melakukan Aqiqah jika sudah diAqiqahkan ketika kecil. Penegasan dalam hadis Nabi tentang perintah Aqiqah untuk sekali dalam seumur hidup karena sebagai penebus atas lahirnya bayi tersebut. Rasulullah SAW bersabda,

“Tiap-tiap anak tergadai (tergantung) dengan Aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ke-7, di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Abu Dawud).

Berbeda dengan Qurban, seseorang yang memiliki kecukupan harta, tidak dibatasi berapapun jumlah hewan yang akan diQurbankan. Begitu juga dengan jumlah pengulangan Qurban, tidak dibatasai berapa kali selama seumur hidup. Jadi, bisa setiap tahun berQurban. Seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim as yang sangat gemar berQurban.

Namun, Nabi Muhammad juga menegaskan kepada orang yang memiliki kelapangan harta untuk ber-Qurban, Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang berkelapangan harta namun tidak mau ber-Qurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah).

Perbedaan dari Pemberian Daging

Perbedaan antara Qurban dan Aqiqah selanjutnya yaitu pemberian daging kepada masyarakat / orang lain.

Seperti ungkapan Ibnu Rusyd, para ulama bersepakat bahwa orang yang berQurban diperuntahkan untuk turut ikut memakan daging dan menyedekahkannya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT,

“Maka makanlah sebagiannya (daging Qurban) dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (QS.Al-Hajj:36)

Dalam kitab bidayatul mujtahid, pembagian daging Qurban dianjurkan sebagai berikut, spertiga untuk disimpan, sepertiga didermakan dan spertiga dimakan. Adapun lenerima daging Qurban diutamakan adalah kaum dhuafa atau fakir miskin.

Sedangkan daging Aqiqah diberikan kepada siapapun, terutama pada tetangga terdekat, fakir miskin, saudara dan lainnya.

Perbedaan Wujud Daging yang Diberikan

Seperti yang sudah lazim kita ketahui, pembagian daging Qurban selalu dalam kondisi mentah. Hal ini sangat berbeda dengan daging Aqiqah yang justru harus dalam keadaan masak.

Perbedaan untuk Upah Penyembelih

Orang yang menyembelih hewan Qurban tidak diberikan upah, biasanya hanya menerima daging dari hewan yang ia sembelih. Hal ini berbeda dengan Aqiqah yang mana penyembelih hewan Aqiqah boleh meminta upah pada empunya hajat.

Bolehkah Qurban dengan Kambing Betina

Bolehkah Qurban dengan kambing betina atau sapi betina? Apakah memang harus selalu jantan baik dalam Qurban maupun aqiqah (Aqiqah)? Sebagian orang berpendapat bahwa hal ini tidak dibolehkan. Namun tentu saja rujukan kita bukan apa pendapat orang. Semuanya dikembalikan pada dalil dan perkataan ulama.


Allah SWT berfirman,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj: 34).

Asy Syairozi mengatakan, “Boleh-boleh saja ber-Qurban dengan hewan jantan maupun betina.”

Lalu Asy Syairozi membawakan dalil dari Ummu Kurz, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا

“Anak laki-laki hendaklah diaqiqahi dengan 2 kambing, sedangkan anak perempuan dengan 1 kambing. Tidak mengapa bagi kalian memilih yang jantan atau betina dari kambing tersebut.” (HR. An Nasai no. 4222 dan Abu Daud no. 2835. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Setelah membawakan dalil tersebut, Asy Syairozi rahimahullah mengatakan, “Jika dibolehkan jantan dan betina dalam aqiqah berdasarkan hadits di atas, maka sama halnya dengan Qurban (udhiyah) boleh dengan jantan atau betina. Karena daging kambing jantan lebih enak (thoyyib). Sedangkan kambing betina lebih basah.” (Lihat Al Majmu’, 8: 222)

Imam Nawawi rahimahullah memberi keterangan pada penjelasan Asy Syairozi tersebut, “Syarat sah dalam Qurban, hewan Qurban harus berasal dari hewan ternak yaitu unta, sapi dan kambing. Termasuk pula berbagai jenis unta, semua jenis sapi dan semua jenis kambing yaitu domba, ma’iz dan sejenisnya. Sedangkan selain hewan ternak seperti rusa dan keledai tidaklah sah sebagai hewan Qurban tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Begitu juga sah ber-Qurban dengan hewan jantan dan betina dari semua hewan ternak tadi.  Tidak ada khilaf sama sekali mengenai hal ini menurut kami.” (Al Majmu’, 8: 222).

Dari sini jelaslah, boleh atau sah-sah saja ber-Qurban atau melakukan Aqiqah dengan kambing atau sapi betina.
KISI-KISI SOAL ULANGAN MID SEKESTER GANJIL
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SMP AL-AZHAR 3 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KELAS 9 (SEMBILAN)


POKOK BAHASAN BAB 1
Meyakini Hari Akhir, Mengakhiri Kebiasaan Buruk        

KOMPETENDI DASAR
1.2    Beriman kepada hari akhir
2.7    Menghargai sikap mawas diri sebagai implementasi dari pemahaman iman kepada hari  akhir
3.6    Memahami makna iman kepada hari akhir berdasarkan pengamatan terhadap dirinya, alam sekitar dan makhluk ciptaan-Nya.
4.7.   Menyajikan dalil naqli yang menjelaskan gambaran kejadian hari akhir.

INDIKATOR
1.2.1    Berperilaku beriman kepada hari akhir dalam kehidupan sehari-hari dengan benar
2.7.2.  Berperilaku mawas diri sebagai implementasi dari pemahaman iman kepada hari akhir dengan benar
3.6.6.  Mendeskripsikan pengertian iman kepada hari akhir dengan benar
3.6.7.  Menyebutkan macam-macam kiamat dengan benar.
3.6.8.  Menjelaskan contoh kejadian kiamat sughro dengan benar.
3.6.9.  Menjelaskan proses kejadian kiamat kubro dengan benar.
3.6.10. Menjelaskan kehidupan yang dialami manusia setelah hari kiamat dengan benar.
JUMLAH SOAL PILIHAN GANDA 5 BUTIR DAN ESSAY 3 BUTIR


POKOK BAHASAN BAB 2
Menatap Masa Depan dengan Optimis, Ikhtiar dan Tawakal

KOMPETENDI DASAR
2.4      Menghargai sikap optimis, ikhtiar, dan tawakkal sebagai implementasi dari pemahaman QS Az Zumar ayat 53, QS An Najm ayat 39 - 42 dan QS Ali Imran ayat 159 serta Hadits terkait.
3.1      Memahami QS Az Zumar ayat 53, QS An Najm ayat 39 - 42 dan QS Ali Imran ayat 159 tentang optimis, ikhtiar dan tawakkal serta hadits terkait.

INDIKATOR
2.4.4   Terbiasa berperilaku optimis dalam kehidupan sehari-hari
2.4.5   Terbiasa berperilaku ikhtiar dalam kehidupan sehari-hari
2.4.6   Terbiasa berperilaku tawakkal dalam kehidupan sehari-hari
3.1.1    Menjelaskan pengertian opimis
3.1.2    Menjelaskan pengertian ikhtiar
3.1.3    Menjelaskan pengertian tawakkal
JUMLAH SOAL PILIHAN GANDA 7 BUTIR DAN ESSAY 4 BUTIR


POKOK BAHASAN BAB 3
Mengasah Pribadi yang Unggul dengan Jujur, Santun dan Malu

KOMPETENDI DASAR
2.3      Menghargai perilaku yang mencerminkan tata krama, sopan santun dan rasa malu  sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imron/3:77, Q.S. al-Ahzab/33:70dan hadis terkait.
4.3      Menyajikan contoh perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Ali Imran/3:77, Q.S. al-Ahzabb/33:70 dan hadis terkait.

INDIKATOR
3.3.3.  Menjelaskan pengertian jujur dengan benar.
3.3.4.  Menyebutkan dalil naqli tentang jujur dengan benar.
3.5.1   Menjelaskan  pengertian santun dengan benar.
3.5.2   Menyebutkan dalil naqli tentang santun dengan benar.
3.5.3   Menjelaskan pengertian malu dengan benar.
3.5.4   Menyebutkan dalil naqli tentang malu dengan benar. 

JUMLAH SOAL PILIHAN GANDA 8 BUTIR DAN ESSAY 3 BUTIR